#Curjek : Cerita Nahas Pengemudi Gojek

Mungkin di jidat saya ada tulisan ‘Orang ini bisa jadi tempat curhat’, sehingga para pengemudi Gojek tidak ragu menceritakan semua hal yang mereka alami ke saya. Ada saja cerita yang mereka bagi selama di perjalanan mengantar saya ke mana pun.

Dari cerita bahagia sampai cerita yang nahas banget. Sampai-sampai kalau yang bercerita itu rada-rada keren, bawaannya pengen menyandarkan kepala ini ke bahu mereka sambil mengelus pundaknya, lalu berkata,”Abang yang sabar. Ceritain saja semuanya, biar lega. Saya siap, kok, mendengarkannya.”

Semua mengalir begitu saja. Dimulai dengan obrolan basa-basi seperti; kerja di mana? Sudah lama menggunakan Gojek? Tidak dijemput pacarnya? berakhir dengan curhat. Bahkan, tempo hari ada pengemudi Gojek yang menolak tambahan ongkos dari saya. “Tidak usah ditambah, kak. Kakak mau mendengarkan cerita saya saja sudah bonus bagi saya. Kalau saja saya narik dari pagi, kakak saya gratis, deh,” kata pengemudi Gojek yang ternyata seumuran dengan adik saya.

Berikut cerita-cerita nahas yang mereka bagikan ke saya;

1. Kena SP karena digodain Gay

Cerita ini bermula ketika tanpa sengaja motor kami berada persis di belakang motor seorang pria yang dirangkul erat seorang pria juga. Posisi motor mereka di tengah dengan laju yang sangat lambat. Diklakson tidak digubris. Yang bikin abang Gojek naik darah, sewaktu mereka pasang lampu sen kanan, beloknya ke kiri. Kami hampir tabrakan. Pertengkaran pun hampir terjadi kalau saja mereka tidak minta maaf duluan.

“Saya bukan orang yang menolak keberadaan kaum seperti mereka. Tapi tahu tempatlah. Masa bermesraan di jalanan umum kayak tadi,”

“Namanya juga orang lagi jatuh cinta, Bang. Yang normal saja terkadang noraknya sama kayak mereka,”

“Saya pernah kena SP gara-gara gay juga, Mbak,”

“Kok?”

“Waktu itu saya dapat penumpang cowok dari diskotek daerah Senayan. Di tengah jalan malah berulah. Tangannya iseng banget. Saya bilang ke dia kalau saya tidak suka di-gituin. Eh, dianya malah cuek. Saya turunin saja di daerah Cilandak,”

“Lalu?”

“Lalu saya di-SP karena nurunin penumpang belum sampai tujuannya. Saya cerita juga percuma, karena saya bakal dianggap salah juga. Soalnya, penumpang tersebut belum sampai tahap kekerasan. Cuma saya kan risih, Mbak,”

“Ya ampun, Pak. Kasihan bapaknya,”

“Makanya saya rada-rada trauma. Nggak mau dulu ngangkut penumpang tengah malam yang sekiranya dari tempat-tempat kayak begitu,”

2. Diusir ojek pangkalan

Ojek pangkalan vs ojek berbasis online seperti Gojek bukanlah cerita baru. Ojek pangkalan kebakaran jenggot begitu tahu Gojek mengeluarkan promo gila-gilaan. Jumlah penumpang mereka berkurang, jumlah pengguna Gojek bertambah banyak. Namun, bukan itu masalahnya yang terjadi pada pengemudi Gojek berinisial SM (23)

SM cerita pernah diusir bapak-bapak dari ojek pangkalan sewaktu dia berhenti di sekitar gedung perkantoran di Sudirman.

“Padahal saya cuma istirahat doang, Kak. Bukan mau ambil penumpang,”

“Kamu nggak bilang kayak gitu ke mereka?”

“Sudah, Kak. Mereka bilang bukan mereka mau musuhan sama supir Gojek,”

“Lalu?”

“Karena saya muda, Kak. Mereka takut kalah saing,”

“NGOK!”

SM ini mahasiswa ekonomi di salah satu universitas swasta terkemuka di Jakarta Barat. Motornya keren. Tampangnya lumayanlah. Nemu brondong kayak begini dan rada tengil, bawaannya pengen ngejual dia ke tante-tante. Nurani mami-mamiku berkata, SM ini bakal laku kalau dijual.

3. Korban begal

MAS, pengemudi Gojek yang mengantar saya pulang tiga hari yang lalu, katanya hampir menjadi korban begal di daerah Bekasi. Kejadian itu sekitar pukul 02:00 dini hari, usai mengantar penumpangnya. Begitu keluar komplek, dia dihadang dua orang pengemudi motor dan menyuruhnya turun. MAS dipaksa menyerahkan motornya jika tak ingin mati sia-sia. Namun MAS bukan tipe orang penurut. Dia siap meladeni permintaan dua orang berhelm itu.

“Prinsip saya, selagi bisa dilawan, akan saya lawan. Yang penting lawan dulu,”

“Tapi mereka bawa celurit Bang,”

“Celurit doang, Mbak. Kalau kata Tuhan belum saatnya saya meninggal, celurit nggak bakal bisa mencabut nyawa saya,”

“Akhirnya gimana, Bang,”

“Alhamdulillah, saya selamat. Motor saya aman,”

“Ribut dong,”

“Belum sempat ribut, ada mobil polisi yang kebetulan melintas. Saya teriak aja, eh, mereka kabur,”

“Hahaha.. Syukurlah, Bang,”

“Makanya, saya rada was-was juga ke daerah sini,”

“Di sini aman kok Bang, Insya Allah,”

“Nggak aman pun kalau penumpangnya kayak si Mbak, bakal tetap diantar. Itu mah urusan belakang,”

“Si Abang bisa aja! (dalam hati: elo nggak tahu aja gw cowok. Kalau gw bilang gw cowok, elo bakal nyesel pernah ngomong kayak begitu. HA HA HA),”

4. Orderan Go-Food dari ojek pangkalan

Sebagian pengemudi Gojek sudah tahu pemesan Go-Food beneran dan pemesan bodong. Pemesan bodong ini kebanyakan ojek pangkalan yang tentu saja masih belum terima akan kehadiran Gojek di hidup mereka.

Salah satu korbannya adalah BD, yang baru dua bulan jadi pengemudi Gojek. Siang hari, di hari yang sama sewaktu mengantar saya pulang malam harinya, BD mengalami kerugian dengan nominal yang tak sedikit.

Orderan Go-Food dari kawasan Antasari masuk ke gawainya. Ada pun pesanannya berupa martabak Boss di belakang Sarinah. Setibanya di tempat martabak tersebut, DB menghubungi pemesan menanyakan ada tambahan lain atau tidak. Empat kali dihubungi, tidak ada respons sama sekali. Karena baru, DB tetap membeli martabak itu sesuai pesanan. Begitu dia tiba di alamat yang tertera di aplikasinya, tak ada tanda-tanda ‘kehidupan’. Dia coba menghubungi kembali si pemesan tersebut. Kali ini nomor yang dituju benar-benar tidak bisa dihubungi.

“Saya balik aja ke pangkalan. Saya makan martabak itu ramai-ramai sama pengemudi lainnya, kak,”

“Ya ampun, jahat banget. Mana nggak bisa minta ganti rugi dari kantor pula, kan?”

“Iya. Saya dikasih tahu sama pengemudi yang lain, kalau kayak begitu biasanya kerjaan ojek-ojek pangkalan. Apalagi pas saya kasih tahu alamatnya,”

“Dih, jahat banget,”

“Pengemudi yang makan martabak saya akhirnya pada patungan seikhlasnya. Cuma sayanya jadi nggak enak sama mereka,”

“Berarti itu rezeki kamu,”

“Cuma sayanya nggak enak sama mereka. Saya jadi hati-hati menerima pesanan Go-Food,”

“Iya, ih, harus lebih waspada,”

5. Dicemburui pacar penumpangnya

Lebih nahas lagi pengemudi Gojek yang mengantar saya pulang sebulan yang lalu. Suatu hari pernah mendapat penumpang yang ternyata lagi ribut sama pacarnya. Kebetulan pula si Abang ini baru jadi pengemudi Gojek. Belum dapat atribut Gojek. Plus, motornya juga bukan motor kebanyakan pengemudi Gojek.

Motornya CC besar, badan si pengemudi Gojek ini tegap, wajahnya menawan, usut punya usut ternyata Sales Promotion Boy. Rupanya, si pacar penumpangnya ini ngikutin sejak dari kantor ceweknya.

“Motornya tiba-tiba berhenti di depan motor saya. Teriak-teriak suruh ceweknya turun. Dan mengira saya ini selingkuhan ceweknya. Lah, saya jadi keder,”

“Buahaha.. Cemburu amat,”

“Si cowoknya malah bilang, kalau cewek yang ada di motor saya itu masih resmi pacarnya. Saya semakin bingung,”

“Dilawan nggak, Bang,”

“Penumpang saya itu bilang ke pacarnya kalau saya ini tukang ojek. Eh, pacarnya malah kayak curhat gitu ‘Oh, gitu, kamu anggap semua pacar kamu itu cuma tukang ojeg? Kegep selingkuh masih cari alasan?’. Asli, saya bingung,”

“Lalu, lalu?,”

“Si ceweknya buru-buru ngasih uang ke saya dan nyuruh saya cepat-cepat pergi. Lumayan Mbak, gocap. Yasudah, saya pergi saja. Makanya, saya takut nih bawa Mbak,”

“Kenapa takut?”

“Itu cewek biasa aja pacarnya cemburuan begitu, apalagi Mbak yang cantik begini, pasti pacarnya lebih cemburuan,”

“Tenang, nggak bakal ada yang cemburu. Nggak ada pacar juga,”

“Masa sih, Mbak? Secantik Mbak begini belum punya pacar?,”

“Hehehe…”

“Mbaknya pasti pemilih. Pastinya orang-orang kayak saya nggak masuk kriteria Mbak,”

“Hehehe…”

6. Jauh-jauh yang diantar cuma obat

“Pak, dua bulan jadi pengemudi Gojek, pernah ngalamin hal buruk apa saja?”

“Bersyukur, Neng, belum pernah ngalamin yang buruk-buruk.Ribut sama ojek pangkalan juga nggak pernah,”

“Syukurlah. Rada seram juga baca berita akhir-akhir ini, pengemudi Gojek diajak ribut sama ojek pangkalan,”

“Kalau kaya gitu sih alhamduillah nggak pernah. Paling pernah sekali, menerima orderan Go-Send jauh-jauh, nggak tahunya cuma obat di dalam plastik kresek,”

“Obatnya mungkin susah dicari kali, Pak,”

“Iya, sih, Neng. Waktu itu kebetulan saya habis nganter penumpang ke Tangerang. Di sana dapat order Go-Send ke Kelapa Gading. Saya samperin ke rumahnya, si pemilik rumah ngasih satu plastik hitam berisi obat. Si Ibunya bilang, ini obat susah dicari, tolong jaga baik-baik,”

“Berarti bapak dapat pahala hari itu,”

“Dapat bonus juga, dek. Ongkosnya kisaran Rp 100 ribuan, dikasihnya lebih karena itu obat penting banget,”

“Wah, asyik dong, Pak,”

“Hooh,”

7. Balik ke tempat semula

Kejadian ini dialami pengemudi Gojek yang bakal mengantar saya ke Rumah Sakit Persahabatan. Sedikit lagi sampai di lokasi liputan tersebut, saya meminta si Abang putar balik ke tempat semula karena liputan batal. Si Abang menyanggupi padahal macet banget. Saya sendiri bingung mau bayar ongkosnya berapa duit. Saya kasih Rp 35 ribu, si Abangnya nggak nolak. Habis di uang saya tinggal segitu, sedangkan saya harus buru-buru.

Jadi, menurut saya, si Abang nahas Jumat siang itu :(

Kalau kalian pernah dapat cerita nahas apa dari pengemudi Gojek atau pengemudi ojek lainnya?

Leave a comment